Kementerian Keuangan Tunda Penerapan Cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan
BI – Kementerian Keuangan Indonesia telah memutuskan untuk menunda penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) di tahun 2023. Usulan penambahan cukai tersebut direncanakan baru akan dimasukkan dalam Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) pada tahun 2024.
Menurut Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Askolani, dalam konferensi pers APBN KiTA pada Senin (17/4/2023), kebijakan cukai MBDK akan diusulkan dalam KEM-PPKF 2024 sesuai dengan mekanisme Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Pengusulan dan penambahan cukai baru akan dilakukan melalui mekanisme undang-undang RAPBN dan akan diawali dengan penyusunan KEM-PPKF 2024.
Sebelumnya, Askolani menyatakan bahwa alasan penundaan penerapan cukai minuman berpemanis adalah untuk mempertimbangkan kondisi ekonomi dan industri yang belum sepenuhnya pulih. Askolani juga menjelaskan bahwa proses pelaksanaan cukai sedang dikaji bersama dengan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan agar dapat berjalan dengan efektif.
Rencana penerapan cukai MBDK sebenarnya bukanlah hal baru. Selain dapat memberikan penambahan penerimaan cukai, kebijakan ini juga memperhitungkan dampak kesehatan masyarakat. Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya telah memberikan restu untuk kebijakan cukai minuman berpemanis, bersamaan dengan cukai plastik. Hal tersebut tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 130 Tahun 2022 tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2023 yang ditandatangani pada 30 November 2022.
Dalam lampiran Perpres tersebut, Jokowi menargetkan pendapatan dari cukai produk plastik sebesar Rp 980 miliar dan pendapatan dari cukai minuman berpemanis sebesar Rp 3,08 triliun pada tahun 2023. Meskipun demikian, keputusan untuk menunda penerapan cukai MBDK telah diambil untuk memperhitungkan kondisi ekonomi dan industri yang masih belum pulih sepenuhnya.**