Bulog Borong 120.000 Ton Gabah Petani untuk Perkuat Cadangan Beras Pemerintah
BI-Perum Bulog mencatat sudah melakukan pembelian sebanyak 120 ribu ton gabah kering panen (GKP) di tingkat petani untuk pengadaan beras dalam negeri.
“10 hari masa libur Lebaran, jajaran Bulog terus melakukan pengadaan beras dalam negeri. Sampai dengan 14 April 2024 Bulog telah menyerap sekitar 120 ribu ton setara GKP (gabah kering panen) atau sekitar 64 ribu ton setara beras,” kata Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi, Jakarta, Senin (15/4/2024).
Dia menyampaikan, dari jumlah serapan gabah kering panen (GKP) tersebut sekitar 46 persen diserap selama bulan April, termasuk saat libur Lebaran.
“Daerah-daerah dimana pengadaan beras dalam negeri dilakukan dalam jumlah cukup besar adalah wilayah kerja Bulog Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Selatan, dan Yogyakarta,” ujar Bayu.
Meski begitu, Bayu mengaku bahwa dari jumlah 64 ribu ton setara beras yang berhasil diserap Bulog tahun ini masih lebih kecil dibandingkan rata-rata pengadaan beras dalam negeri Bulog periode Januari-April 2021-2023 yang mencapai sekitar 375 ribu ton.
Menurutnya, hal tersebut merupakan konsekuensi dari keterlambatan tanam dan panen tahun ini akibat fenomena El Nino serta permasalahan produksi lainnya yang telah dicatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai penurunan produksi kuartal pertama 2024 sekitar 17 persen dibandingkan 2023.
“Bulog akan terus aktif melakukan pengadaan beras dalam negeri selama musim panen bulan April ini yang diperkirakan masih akan berlanjut pada bulan Mei,” ujar Bayu.
Sebelumnya, Badan Pangan Nasional (Bapanas) memberlakukan fleksibilitas bagi Perum Bulog untuk harga pembelian pemerintah (HPP) gabah kering panen (GKP) di tingkat petani, menjadi Rp6.000 per kilogram (kg) dari yang sebelumnya Rp5.000 per kg.
Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi di Jakarta, Jumat (5/4), menyampaikan kebijakan tersebut mulai diberlakukan sejak 3 April 2024 hingga 30 Juni 2024.
“Kami putuskan adanya fleksibilitas HPP bagi Bulog. Ini agar Bulog dapat meningkatkan stok CBP (cadangan beras pemerintah) yang berasal dari produksi dalam negeri, jadi tidak hanya bersumber dari importasi saja,” kata Arief pula.
Arief menyampaikan hal tersebut usai mendampingi Presiden Jokowi meninjau stok pangan dan bantuan pangan beras di Gudang Perum Bulog Pematang Kandis, Kecamatan Bangko, Kabupaten Merangin, Jambi.
Dia menjelaskan, fleksibilitas HPP gabah dan beras yang diterapkan bagi Perum Bulog, yakni gabah kering panen (GKP) di tingkat petani yang sebelumnya Rp5.000 per kilogram (kg) difleksibelkan menjadi Rp6.000 per kg. Selanjutnya gabah kering giling (GKG) di gudang Perum Bulog yang sebelumnya Rp6.300 per kg mengalami fleksibilitas menjadi Rp7.400 per kg.
Sedangkan HPP beras di gudang Perum Bulog dengan derajat sosoh minimal 95 persen, kadar air 14 persen, butir patah maksimal 20 persen, dan butir menir maksimal 2 persen yang sebelumnya Rp9.950 per kg difleksibelkan menjadi Rp11.000 per kg.
“Tentu dengan adanya fleksibilitas harga bagi Bulog ini akan menjadi safety net bagi para sedulur petani, agar harga dapat terjaga dengan baik. Tatkala produksi kian meningkat, tentu akan mempengaruhi harga,” ujar Arief lagi.Arief menyampaikan hal tersebut usai mendampingi Presiden Jokowi meninjau stok pangan dan bantuan pangan beras di Gudang Perum Bulog Pematang Kandis, Kecamatan Bangko, Kabupaten Merangin, Jambi.
Dia menjelaskan, fleksibilitas HPP gabah dan beras yang diterapkan bagi Perum Bulog, yakni gabah kering panen (GKP) di tingkat petani yang sebelumnya Rp5.000 per kilogram (kg) difleksibelkan menjadi Rp6.000 per kg. Selanjutnya gabah kering giling (GKG) di gudang Perum Bulog yang sebelumnya Rp6.300 per kg mengalami fleksibilitas menjadi Rp7.400 per kg.
Sedangkan HPP beras di gudang Perum Bulog dengan derajat sosoh minimal 95 persen, kadar air 14 persen, butir patah maksimal 20 persen, dan butir menir maksimal 2 persen yang sebelumnya Rp9.950 per kg difleksibelkan menjadi Rp11.000 per kg.
“Tentu dengan adanya fleksibilitas harga bagi Bulog ini akan menjadi safety net bagi para sedulur petani, agar harga dapat terjaga dengan baik. Tatkala produksi kian meningkat, tentu akan mempengaruhi harga,” ujar Arief lagi.**