Kadin Surabaya Sebut Kenaikan PPN 12% Perlu Kehati-hatian
BI-Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Surabaya turut menyoroti rencana pemerintah menaikkan PPN menjadi 12% pada awal 2025. Sebab hal ini juga menyangkut kepentingan dunia usaha.
Ketua Kadin Surabaya Ali Affandi menilai kenaikan PPN 12% itu sebagai kebijakan yang strategis Namun memerlukan kehati-hatian serta pendekatan yang inklusif. Itu agar kenaikan tarif pajak bisa membawa manfaat yang optimal, tanpa mengorbankan stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
“Kenaikan PPN ini memiliki dua sisi yang harus dipertimbangkan secara menyeluruh. Di satu sisi, potensi peningkatan penerimaan negara melalui kebijakan ini bisa memberikan ruang fiskal yang lebih besar bagi pemerintah untuk membiayai program pembangunan, layanan kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur,” ujar Ali Affandi yang akrab disapa Andi, Kamis (21/11/2024).
Andi menuturkan bila tarif pajak dikelola dengan baik, kebijakan kenaikan PPN 12% dapat memperkuat daya saing Indonesia dalam jangka panjang.
“Selain itu, kenaikan harga barang impor akibat tarif yang lebih tinggi dapat menjadi insentif bagi masyarakat untuk lebih memilih produk dalam negeri, yang pada akhirnya akan mendukung penguatan industri lokal,” tuturnya.
Namun di sisi lain, Kadin Surabaya juga memahami bahwa kenaikan PPN dapat berpotensi memberikan tekanan langsung pada daya beli masyarakat, apalagi bagi kelompok berpenghasilan menengah ke bawah.
Hal tersebut juga dapat menurunkan konsumsi domestik, yang selama ini menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi.
“Kami juga khawatir dengan dampak kebijakan ini terhadap pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM), yang mungkin akan menghadapi tantangan berat dalam menjaga daya saing dan penyesuaian harga,” ungkap Andi.
Oleh karena Kadin Surabaya mengusulkan beberapa rekomendasi terkait dengan rencana kenaikan PPN 12% tersebut. Pertama dengan evaluasi secara menyeluruh terhadap dampak kebijakan ini, baik dari sisi konsumsi rumah tangga maupun daya saing dunia usaha.
“Kemudian, penerapan kenaikan yang secara bertahap, misalnya melalui kenaikan menjadi 11,5% pada tahun 2025 sebelum mencapai 12% di tahun berikutnya, sehingga memberikan waktu yang cukup bagi masyarakat dan pelaku usaha untuk beradaptasi,” ujar Andi.
Selanjutnya Andi juga menyebut pemerintah perlu memberikan dukungan berupa insentif atau subsidi. Hal itu ditujukan kepada sektor-sektor yang paling terdampak, seperti UMKM dan sektor padat karya.
“Lalu peningkatan efisiensi pengelolaan pajak juga harus dilakukan dengan meminimalkan kebocoran serta memperluas basis pajak. Tujuannya agar beban yang harus ditanggung masyarakat tidak semakin berat,” tuturnya.
Kelima dirinya meminta agar pemerintah memastikan barang kebutuhan pokok serta layanan esensial seperti kesehatan dan pendidikan tetap mendapatkan pengecualian atau tarif yang lebih rendah demi melindungi masyarakat berpenghasilan rendah.
Terakhir, Kadin Surabaya mendorong dialog yang intensif antara pemerintah dengan dunia usaha agar kebijakan PPN 12% yang akan diterapkan bisa selaras dengan kondisi lapangan.
“Kami mendukung langkah pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara demi pembangunan yang lebih baik. Namun, kami percaya bahwa kebijakan ini harus diterapkan penuh kehati-hatian dan pendekatan yang humanis, mengingat dampaknya terhadap masyarakat dan dunia usaha,” pungkas Andi.**