Dr Elia: Masih Ada Perbedaan Versi Komputer antara DJP dan WP

0
181

BI-Dalam rangka terus memelihara instrument APBN yang sangat penting dari sisi penerimaan dan menjaga hubungan baik antara instansi pemerintahan c.q. Kementerian Keuangan dengan masyarakat wajib pajak dan pemangku kepentingan lainnya.

Kantor Perwakilan Kementerian Keuangan Jawa Timur dibawah kepemimpinan P.M John L Hutagaol mengundang para pelaku usaha termasuk Forum Komunikasi Pengusaha (FORKAS) Jawa Timur.

Acara ini dilakukan pada hari Jumat, 21 Oktober 2022 bertempat di Aula Lantai 8, Kantor Kanwil DJP Jawa Timur I, Jl. Jagir Wonikromo No. 104, Surabaya.

Acara dikemas dalam bentuk Seminar yang bertajuk “Optimalisasi Kinerja Penerimaan Pajak Jawa Timur Melalui Kepatuhan Pajak”.

Pada acara ini bertindak sebagai Keynote speech adalah Bapak Prof. Mardiasmo, MBA, PhD, CFr.A., QIA, Ak., CA., FCMA., CGMA., ASEAN CPA., CPA (Aust.)., CFSA, QGI selaku Ketua Komite Pengawas Perpajakan dan Ketua Dewan Pengurus Nasional IAI.

Selain itu adalah Indah Kurnia, SE., MM selaku Anggota Komisi XI DPR RI. Selain itu acara ini juga dihadiri oleh Dahlan Iskan.

Sebagai narasumber adalah Agustin Vita Avantin, SE., MSi selaku Kepala Kantor Wilayah DJP Jawa Timur II yang diwakili Takari Yoedaniawati selaku Kabid P2 Humas DJP Jatim II. Bpk. Bawono Kristiaji., SE., MSE., MSc, IBT, ADIT (UK) selaku Partner of Fiscal Research and Advisory DDTC.

Teguh Kinarto selaku narasumber dari pengusaha yang meupakan pendiri dari Podo Joyo Masyhur/PJM Group dan narasumber terakhir adalah Dr. Elia Mustikasari, MSi., CA., CMA., BKP., BAK., Ak selaku Ketua IAI KAPj Wilayah Jawa Timur.

Dari seminar ini beberapa pendapat dimunculkan oleh narasumber antara lain : menurut Takari bahwa DJP Jatim sudah on the track dalam pencapaian target penerimaan pajak 2022 ini yang nanti akan menjadi acuan target 2023.

Tingkat kepatuhan wajib pajak di Jatim juga meningkat. Ujarnya, bahwa kepatuhan ada dua sisi yaitu kepatuhan formal yang dapat dicapai melalui edukasi dan penyuluhan perpajakan.

Yang kedua adalah kepatuhan material yang dapat dicapai melalui berbagai upaya kolaborasi.

Program Penyuluhan Pajak menjadi andalan keberhasilan DJP di Jatim juga bekerja dengan relawan pajak yang ada di lembaga-lembaga pendidikan tinggi.

Disampaikan juga agar tidak ada kendala teknis dalam e-filling maka dihimbau WP untuk tidak mengisi pada waktu batas akhir pengisian, juga dilakukan tata cara pengawasan pada sektor-sektor tertentu.

Sementara itu Narasumber Bawono menyampaikan bahwa korelasi antara kepatuhan dan penerimaan adalah jelas berpengaruh.

Masyarakat pajak di Indonesia tidak hanya dikotomi hitam putih antara yang patuh dan tidak patuh. Tetapi perlu pendalaman spektrum lain yaitu ada banyak wajib pajak atau orang yang kurang paham atau kurang patuh dan perlu untuk diingatkan.

Berdasarkan data tahun 2021, bahwa baru 45 juta Wajib Pajak dari total 140 juta yang menunjukkan tingkat kepatuhan yang baik atau baru tercapai kurang lebih 30% an.

Hal ini menjadi tantangan bagi Pemerintah karena masih di atas 60% yang terkendala. Upaya penyatuan NIK dan NPWP merupakan suatu terobosan yang positif karena bisa meningkatkan basis Pajak.

Ia juga menambahkan pada beberapa Pemerintahan di luar negeri bahwa terdapat 3 jenis tren yaitu Cooperative Compliance, dimana adanya paradigma baru kepatuhan dengan adanya kesetaraan sebagai mitra antara WP dan Birokrat Perpajakan

Voluntary Compliance melalui uapaya digitalisasi dengan mengisi kewajiban pajak secara sukarela; dan Tax Certainty berkaitan dengan penyelesaian sengketa pajak melalui mediasi dan juga melibatkan Komite Pengawas Pajak.

Narasumber Dr. Elia menyatakan bahwa masih ada kendala yang dirasakan oleh WP terkait dengan system elektronik (e-tax) yang terkadang belum handal dimana sering data yang sudah di input hilang akibat masalah teknis dan juga beberapa WP yang masih tidak familiar dengan teknologi komputer dan informatika.Selain itu juga terkadang masih ada perbedaan versi komputer antara DJP dan WP­, dan jika dilaporkan standar layanan terkadang masih berbeda tanggapan dan layanannya.

Ia juga mengungkapkan bahwa ada beberapa riset yang cukup baik untuk dijadikan pertimbangan bagi DJP dalam memperbaiki kinerjanya.

Salah satu penelitian yang menurutnya baik adalah penelitian yang dilakukan oleh peneliti Bernama Yanti Mangoting yang melakukan penelitian dengan metode Meta Analisis dengan meneliti 23 penelitian kuantitatif tentang hal-hal yang membuat WP tidak patuh.

Terdapat 35 hal antara lain yaitu ketentuan perpajakan yang kompleks, administrasi pajak yang tidak sederhana, keyakinan agama yang menyebutkan bahwa boleh tidak bayar pajak ketika pemerintah banyak korupsi dan lainnya.

Ia juga menyampaikan dari penelitian-penelitian bahwa hendaknya DJP dapat memandang WP bukan sebagai lawan tetapi sebagai mitra, agar mendapat data yang jujur dan benar karena kalau paradigmanya dianggap sebagai musuh maka akan ada perlawanan dari WP.

Ia juga menyarakan agar mengoptimalisasi fungsional penyuluh pajak sehingga dapat meminimkan gap anatara WP dan petugas pajaknya.

Sementara itu Teguh Kinarto menyampaikan hal-hal yang bersifat apresiatif terhadap penacapaian dan tata cara kerja DJP I-III yang ada di Jatim.

Selain itu mengucapkan terima kasih selama pandemi ada keringanan pajak namun dengan naiknya Pajak PPN menjadi 11% menjadi kembali keringanan pajak nya menjadi tidak terasa kembali.

Ia juga mencontohkan pada assosiasi usaha REI sudah tidak ada lagi wilayahah abu-abu/Grey area atas perpajakan karena semuanya menjadi jelas.

Jikalau taat pajak akan semakin mempermudah pengembangan usaha berikutnya dann usaha dapat berkembang secara aman dan nyaman.**

Leave a reply