Pajak Rokok Elektrik Naik Bisa Mematikan Industri yang Masih Baru
BI-Pajak rokok atas rokok elektrik per 1 Januari 2024 disayangkan oleh Asosiasi Ritel Vape Indonesia (Arvindo), Paguyuban Produsen Eliquid Indonesia (PPEI) Dan Asosiasi Konsumen Vape Indonesia (Akvindo).
Menurutnya regulasi yang di keluarkan Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan (DJPK) yang dianggap terburu-buru dan tidak adil. “Menurut kami selaku asosiasi yang menaungi toko-toko ritel vape menyayangkan Regulasi DJPK yang tidak berpihak kepada pelaku UMKM, dan merugikan masyarakat yang merasakan dapat berhenti merokok karena vape ,” ujar Ketua Umum Arvindo, Fachmi Kurnia Firmansyah Siregar saat mendatangi kantor DJPK di Jakarta, Kamis (18/1/2024).
Menurut Fachmi Kurnia, selain kenaikan cukai 19,5%, secara bersamaan dan tanpa berdiskusi serta musyawarah telah diterbitkan sebuah regulasi yang mengatur tentang pembebanan pajak rokok elektrik.
“Ini seakan ingin mematikan industri yang bukan hanya masih baru, tapi dibanyak negara juga dianggap solusi lebih rendah resiko untuk orang-orang yang ingin berhenti merokok,” kata Fachmi Kurnia.
Diterangkan, ketidakperpihakan pemerintah terhadap pelaku UMKM juga dapat dilihat dari perbandingan kenaikan cukai tiap kategori.
REL Sistem terbuka (liquid botol) naik 19,5%, sedangkan REL Sistem tertutup naik 6%, REL Padat naik 6,5%.
Ketua umum PPEI di bidang produsen, Daniel Boy menjelaskan, bahwa kenaikan tarif cukai vape sistem terbuka jauh lebih tinggi dibandingkan vape sistem tertutup, hal ini sangat memberatkan dan dirasa tidak adil bagi para pelaku usaha vape.
Padahal vape sistem terbuka notabenenya didominasi oleh para pelaku usaha UMKM yang seharusnya mendapat perhatian khusus dari pemerintah, seperti yang diberlakukan pada industri rokok konvensional.**