MPSI Minta Pemerintah Tindak Rokok Ilegal dengan Menutup Pabrik

BI-Ketua Paguyuban Mitra Produksi Sigaret Seluruh Indonesia (MPSI), Sriyadi Purnomo, meminta pemerintah untuk memperketat pengawasan rokok ilegal dan menindakannya dengan menutup pabrik.
“MPSI mendorong pemerintah memperkuat pengawasan rokok ilegal di lapangan, kalau perlu berantas langsung dengan menutup pabriknya,” kata Sriyadi Purnomo di Bojonegoro, Jawa Timur, Sabtu.
Sriyadi menjelaskan, selama ini pemberantasan rokok ilegal dilakukan setengah-setengah dengan menindak di toko kecil, padahal keberadaan rokok ilegal sangat merugikan negara dan pengusaha maupun pekerja rokok legal.
Selain itu pemerintah juga membuka ruang dialog dengan para pemangku kepentingan untuk mendengarkan saran masukan terhadap pemberantasan rokok ilegal.
“Kami siap bersinergi dengan pemerintah untuk memastikan kebijakan berjalan adil dan tepat sasaran,” jelasnya.
Menurut dia, selain persoalan peredaran rokok ilegal, pengusaha rokok legal juga dihadapkan pada cukai rokok yang tinggi. Harapannya ada moratorium oleh pemerintah yang tidak akan menaikkan cukai rokok, minimal selama tiga tahun ini.
Dikhawatirkan adanya kenaikan cukai tersebut berdampak pada berkurangnya pendapatan negara dari cukai, karena banyaknya rokok ilegal beredar yang harganya lebih murah dibandingkan rokok legal.
“Daya beli masyarakat menurun dan tidak mampu membeli rokok legal karena mahal, hal itu juga berdampak pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK),” terangnya.
Ditambahkan Sriyadi, perlindungan terhadap industri rokok dalam negeri adalah bentuk keberpihakan pada jutaan keluarga petani, buruh dan UMKM yang terlibat dalam rantai produksi rokok legal.
Pernyataan pemerintah, lanjut Sriyadi, yang disampaikan Menteri Keuangan RI, Purbaya Yudhi Sadewa adanya komitmen pemerintah untuk melindungi industri rokok dalam negeri dari ancaman peredaran rokok ilegal perlu mendapat dukungan semua pihak.
“Peredaran rokok ilegal jelas merugikan negara dan mengancam keberlangsungan industri lokal, sedangkan cukai instrumen penting bagi fiskal dan kesehatan, namun harus dijalankan dengan proporsional agar tidak mematikan industri padat karya seperti kretek tangan,” katanya.***