Minta Audiensi ke Purbaya, Asosiasi Tekstil Desak Batasi Impor

0
7

BI-Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (Apsyfi) menyebut bahwa pihaknya tengah menyurati Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa untuk meminta audiensi terkait dengan penyelamatan industri tekstil di Indonesia.

“Tentunya kita minta dukungan Kementerian Keuangan terkait pengamanan pasar dalam negeri. Kita perlu equal playing field untuk industri dalam negeri dan produk impor.” kata Sekretaris Jenderal APSyFI Farhan Aqil kepada Bloomberg Technoz, Senin (13/10/2025).

Ia bilang bahwa surat yang sudah dikirim pada Jumat pekan lalu tersebut sudah diproses oleh kementerian keuangan hari ini.

Dalam salinan surat tersebut dikatakan bahwa Apsyfi meminta audiensi bersama Menteri Keuangan dan juga Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) terkait dengan industri pertekstilan Indonesia yang saat ini tengah terancam dengan banyaknya praktik impor sandang ilegal dari China.

“Putusnya rantai pasok industri tekstil saat ini dikarenakan adanya praktik impor ilegal dan praktik dumping produk China. Hal ini menyebabkan sebanyak 60 perusahaan tutup dan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepanjang 2022 hingga saat ini.” sebut Apsyfi dalam surat tersebut.

Dalam surat tersebut Apsyfi menyebut terdapat paling tidak lima akar permasalahan dari semakin melemahnya industri tekstil dalam negeri.

Pertama adalah Ditjen Bea Cukai tidak menggunakan sistem port to port manifest dimana Pemberitahuan Impor

Barang (PIB/Inland Manifest) yang dibuat importir tidak didasarkan pada Master B/L (bill of lading alias dokumen pengangkutan) sehingga praktik mis declare digunakan oleh importir nakal dan selalu dimasukan kedalam jalur hijau (tanpa pemeriksaan fisik) oleh oknum petugas DitJen Bea Cukai.

Kedua, soal pemeriksaan kontainer dilakukan tanpa AI scanner dan sebagian besar kontainer masuk jalur hijau dengan alasan mengurangi dweling time. (Informasi beberapa pihak, banyak oknum petugas Bea Cukai enggan menggunakan AI Scanner)

Ketiga, DitJen Bea Cukai memberikan banyak fasilitas impor berlebih namun tidak mempunyai sumberdaya yang cukup untuk melakukan pengawasan.

Keempat, aturan barang bawaan dan barang kiriman yang ringan sehingga banyak oknum importir menggunakannya sebagai modus untuk menghindari pembayaran Bea Masuk dan Perpajakan.

Terakhir karena lemahnya penegakan hukum hingga kerjasama antara oknum importir, oknum jasa logistik,

oknum petugas DitJen Bea Cukai hingga oknum pejabat lainnya dengan perlindungan oknum aparat penegak hukum semakin kuat dan membentuk jaringan mafia impor.

Oleh karena itu, Apsyfi meminta beberapa solusi seperti menerapkan sistem Elektronic Data Interchange (EDI) dimana master B/L menjadi dokumen utama PIB (port to port manifest), penggunaan AI Scanner, Fasilitas impor untuk tujuan ekspor dibatasi hanya untuk Kawasan Berikat, Perbaikan aturan terkait barang bawaan dan barang kiriman dan melarang dengan tegas praktik impor borongan/kubikasi.***

Leave a reply