API Ungkap Faktor Lain Di Balik Turunnya Permintaan Ekspor Industri Tekstil
BI – Dalam dialog khusus di Squawk Box, CNBCIndonesia, pada Rabu, 07/06/2023, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Danang Girindrawardana mengungkap turunnya permintaan ekspor industri tekstil yang tidak hanya disebabkan oleh faktor eksternal / luar negeri tetapi juga dipengaruhi faktor internal / dalam negeri.
Menurut Danang, tahun 2022 menjadi tahun sulit bagi banyak perusahaan yang fokus pada ekspor, dalam industri tekstil dan produk tesktil (industri TPT) baik skala besar maupun kecil terdapat sekitar 60.000 pegawai kehilangan pekerjaan.
Pada tahun 2023, satu perusahaan di Banten terpaksa menutup operasinya. Selain itu, ada kabar bahwa 9 perusahaan sedang berusaha memangkas biaya dengan merumahkan atau memangkas ribuan pegawai.
Penurunan jumlah pegawai ini diduga karena menurunnya permintaan ekspor. Meskipun pasar ekspor utama seperti China, Eropa, India, dan Turki masih stabil setelah tahun 2021, tetapi di Indonesia mengalami penurunan yang signifikan.
Di sisi lain, negara seperti Vietnam, Bangladesh, dan India terlihat lebih tangguh dan tidak terlalu terdampak oleh pandemi COVID-19. Meskipun permintaan ekspor dari Eropa juga mengalami penurunan, tetapi tidak sebesar yang terjadi di Indonesia.
Penyebab penurunan ini tidak hanya karena faktor eksternal, tetapi juga karena iklim investasi dan regulasi di Indonesia. Faktor penting lainnya adalah biaya produksi yang tinggi, termasuk biaya tenaga kerja yang dimana setiap tahun terjadi kenaikan.
Sedangkan tingkat utilisasi pabrik tekstil menurun 30% – 40% sehingga hanya berkisar 60% – 70%, shal tersebut memaksa perusahaan untuk melakukan rasionalisasi. Upaya efisiensipun sudah dilakukan untuk mengurangi biaya produksi, seperti upaya efisiensi pada unit cost yang cukup tinggi, yakni biaya listrik.
Tiga bulan yang lalu pihaknya telah mengajukan permohonan kepada PLN agar memberikan keringanan biaya listrik bagi industri TPT dengan menyampaikan latar belakang argumentasi sesuai keadaan sesungguhnya, tetapi hingga saat ini masih belum ada tanggapan dari PLN.
Masalah lainnya adalah maraknya produk-produk impor. Danang berpandangan bahwa meskipun Indonesia memiliki preferensial agreement dengan beberapa negara di Asia, pemerintah perlu untuk melakukan evaluasi terkait situasi saat ini.
Selain itu, pemerintah juga perlu mengontrol produk impor yang bersaing dengan industri dalam negeri, terutama dalam sektor tekstil dan produk padat karya.**