2 Pabrik Rokok Besar Setop Beli Tembakau Petani, Ada Apa?

BI-Ketua umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI) Agus Parmuji berpandangan, disetopnya pembelian tembakau oleh dua perusahaan rokok kretek besar PT Gudang Garam dan Nojorono di Temanggung merupakan kabut hitam perekonomian nasional. Hal itu akan memberikan dampak berganda (multiplier effect) roda ekonomi lokal dan nasional.
“Dampak tidak ada pembelian tembakau oleh dua perusahaan rokok kretek itu merupakan bencana ekonomi di Temanggung hingga 60%, bahkan bencana ekonomi akan merambah lebih luas di daerah sentra tembakau di Jawa Tengah,” kata Agus Parmuji, Senin (23/06/2025).
Di sektor tembakau, kata ia, terdapat kurang lebih 700 ribu keranjang tembakau yang diserap PT Gudang Garam melalui sentra pembelian di Temanggung yang menyerap di 6 kabupaten (Temanggung, Wonosobo, Kendal, Magelang, Boyolali, dan Kab. Semarang).
“Ilustrasinya di tahun terakhir pembelian 2023, uang yang beredar dari pabrikan Gudang Garam dalam kurun waktu 3 bulan pembelian satu keranjang tembakau dengan nilai pembelian rata rata Rp2.500.000, maka uang yang beredar di sekitar Rp1,75 Triliun yang hilang di ekonomi lokal. Dan itu menggerus ekonomi petani tembakau dan turunanannya seperti rontoknya tenaga kerja di desa-desa sentra tembakau, hancurnya pengrajin keranjang, dll,” bebernya.
Belum lagi dampak ekonomi nasional. Ia memprediksi target penerimaan dari cukai hasil tembakau tahun 2025 tidak akan tercapai. “Penerimaan negara tidak tercapai, sementara produk-produk rokok yang tidak tercatat atau tidak berkontribusi terhadap penerimaan negara semakin membanjiri tanah air,” imbuhnya.
Data Kementerian Keuangan menyebutkan, dugaan pelanggaran rokok ilegal sepanjang tahun 2024 ditemukan bahwa rokok polos (tanpa pita cukai) menempati posisi teratas sebesar 95,44%.
“Data tersebut sangat jelas nyata bahwa masalah utama yang dihadapi pelaku industri kretek nasional adalah maraknya peredaran rokok ilegal. Fakta bahwa pemerintah tidak bisa melindungi keberlanjutan produksi rokok legal!,” cetus Agus Parmuji.
Dikatakan Agus, tingginya tarif cukai juga mengganggu ekonomi petani tembakau. Kebijakan tarif cukai yang eksesif akan berdampak langsung pada volume produksi batang rokok, lesunya daya beli rokok legal. Yang terjadi adalah setopnya pembelian tembakau oleh beberapa pabrik rokok besar dan menengah.
Ia pun mengingatkan pemerintah dan DPR agar tidak ada kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) dan Harga Jual Eceran (HJE) mendatang, tujuannya agar industri kretek nasional legal bisa pulih terutama dari tekanan rokok murah yang tidak jelas asal dan produsennya. Sebab, selama ini pungutan negara terhadap industri kretek sudah mencapai 70% – 82% pada setiap batang rokok legal.
“Ingat, gelombang tsunami PHK besar-besaran akan terjadi dan menambah jumlah pengangguran dan kemiskinan baru apabila pemerintah mengabaikan aspirasi kami!. Apakah pemerintah dapat menyediakan pekerjaan baru?,” tanyanya.***