Fenomena `Mantab` Naik Periode Libur Sekolah, Ini Sebabnya

BI-Hasil Survei Mandiri Spending Indeks (MSI) menunjukkan, belanja masyarakat selama periode libur sekolah pada 2025 tercatat tumbuh, namun melambat atau terbatas bila dibandingkan periode libur sekolah tahun lalu.
Hal ini sejalan dengan kapasitas keuangan masyarakat yang semakin terbatas. Dengan kondisi tersebut diperkirakan perilaku “mantap” alias makan tabungan terlihat di libur sekolah.
Bahkan, saat libur sekolah perubahan prioritas belanja yang bersifat untuk hiburan pada periode libur sekolah, seperti leisures (pengeluaran untuk kegiatan yang bersifat hiburan, rekreasi, atau hobi) dan makan diluar tercatat meningkat. Berbeda dengan belanja untuk barang tahan lama dan hal penting yang justru turun.
Melihat kondisi tersebut, Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Yusuf Rendy Manilet memandang, fenomena ini sebagai bentuk perataan konsumsi yang tidak ideal. Ia melihat, masyarakat tampaknya memaksakan gaya hidup liburan meskipun ruang konsumsi atau daya beli rumah tangga tidak besar.
“Naiknya proporsi konsumsi leisure dan pengalaman sosial (seperti makan bersama) menunjukkan bahwa preferensi konsumen tengah bergeser ke arah pemenuhan kebutuhan emosional atau reward-based spending, terutama pasca tekanan ekonomi yang mungkin masih dirasakan dari kuartal sebelumnya,” tutur Yusuf kepada Kontan, Minggu (27/7/2025).
Fenomena ini, lanjutnya juga menunjukkan bahwa segmen masyarakat, terutama kelas menengah dan atas, menjadikan momen liburan sekolah sebagai trigger point untuk membelanjakan lebih banyak.
Menurutnya memang peningkatan konsumsi leisure bisa dilihat sebagai efek musiman yang lazim, namun ketika hal tersebut dibiayai dengan menguras tabungan, artinya sinyal peringatan bahwa pertumbuhan konsumsi tidak sepenuhnya ditopang oleh pendapatan yang sehat.
Bahkan, Yusuf menambahkan, penurunan belanja barang tahan lama dan kebutuhan penting menunjukkan bahwa konsumen mulai melakukan prioritas, yakni menggeser pengeluaran ke pos yang sifatnya lebih instan dan temporer.
Lebih lanjut, Yusuf menilai kondisi tersebut bisa jadi mengindikasikan dua kemungkinan. Pertama masyarakat menunda pembelian barang-barang besar karena ketidakpastian ekonomi, “Atau kedua, struktur pendapatan rumah tangga saat ini tidak cukup kuat untuk menopang konsumsi jangka panjang,” tandasnya. ***