Peluang Investasi Di Balik Bencana Lumpur Lapindo Setelah 17 Tahun Melanda
BI – Hari ini, pada Senin, 29 Mei 2023, tepat 17 tahun semburan lumpur panas PT Lapindo Brantas melanda Sidoarjo. Sejak muncul tanggal 29 Mei 2006, semburan lumpur panas dari PT Lapindo Brantas dianggap sebagai bencana nasional di Indonesia.
Meskipun pemerintah telah berupaya menghentikan semburan tersebut, upaya tersebut tidak berhasil. Saat ini, Lumpur Lapindo telah menyebar dan membentuk lautan lumpur di Sidoarjo, dan penelitian terbaru mengenai Lumpur Lapindo ini menjadi perbincangan hangat.
Penelitian mengenai kandungan logam Lumpur Lapindo dilakukan oleh Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Dalam penelitian tersebut, diketahui bahwa lumpur yang telah disemburkan selama 17 tahun mengandung logam tanah jarang (rare earth) yang sangat dicari oleh dunia.
Dalam pernyataannya, Dr. rer. nat. Ganden Supriyanto, M.Sc., seorang Dosen Kimia dari Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga (UNAIR), menjelaskan bahwa rare earth memiliki nilai yang lebih tinggi daripada emas dan platina selain itu rare earth juga memiliki manfaat yang signifikan dalam perkembangan teknologi.
Logam tersebut biasa digunakan dalam pembuatan pesawat luar angkasa dan lampu energi tinggi, serta dalam bidang semikonduktor, hanya saja hingga saat ini rare earth belum dimanfaatkan secara serius oleh industri dalam negeri.
Padahal Elon Musk, CEO Tesla, sudah memanfaatkan rare earth dalam produksi mobil listrik dan pesawat luar angkasanya. Namun, dikarenakan rare earth memiliki harga yang tinggi sekaligus sangat jarang ditemui maka Elon Musk berencana untuk menghilangkan elemen rare earth dalam proyeknya dan secara substansial mengurangi biaya.
Diharapkan Tesla dapat menghasilkan mobil listrik generasi berikutnya dengan harga yang lebih terjangkau yaitu dengan cara melakukan inovasi dan memotong biaya di seluruh rantai pasokan dan manufaktur, yang salah satu caranya dengan menghilangkan elemen logam rare earth.
Pada awal Maret 2023, Musk mendesak transisi global menuju mobil listrik sepenuhnya otonom dari mobil dengan mesin pembakaran. Tesla, yang saat ini memproduksi sekitar 1,37 juta mobil listrik per tahun, menargetkan produksi sebanyak 20 juta mobil per tahun pada tahun 2030.