Produksi Gula Nasional Masih Rendah, ini Solusi dari Ketum Kadin Jatim
BI-Kinerja industri gula nasional dinilai masih sangat jauh dari apa yang diinginkan. Pada tahun 2022, produksi gula nasional mencapai sekitar 2,350 juta ton per tahun dengan luas lahan sekitar 500 ribu hektar. Sementara konsumsi gula nasional mencapai 2,8 juta ton per tahun, sehingga ada defisit sebesar 450 ribu ton per tahun.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur Adik Dwi Putranto mengatakan sebenarnya Indonesia, khususnya Jawa Timur sangat mungkin mampu meningkatkan produksi gula dalam negeri. Hal ini bisa dilihat dari sejarah Indonesia pada tahun 1930 yang mampu menjadi eksportir gula terbesar ke dua di dunia. Pada saat itu, produksi gula nasional mencapai sebesar 3 juta ton per tahun dengan luas lahan sekitar 200 ribu hektar.
“Kalau bicara teori, pada tahun 1930 produksi dari 200 ribu hektar lahan tebu mencapai 3 juta ton, sekarang dengan modal 500 ribu hektar lahan tebu keluarnya hanya mencapai 2,4 juta ton. Mestinya dengan lahan seluas itu kita sudah bisa surplus dalam memenuhi gula nasional, tidak harus impor. Tetapi pemerintah saat ini justru sibuk menambah lahan. Ini adalah kebijakan putus asa,” kata Adik di Surabaya, Jumat (25/11/2023).
Menurutnya, langkah ekstensifikasi yang dilakukan pemerintah dengan menambah lahan tebu sebenarnya bukan solusi yang tepat. Karena peningkatan produksi gula nasional sebenarnya bisa dicapai dengan intensifikasi dan insensifikasi, bukan ekstensifikasi.
“Bagaimana caranya yang 500 ribu hektar ini produktifitasnya dinaikkan. Ini yang harusnya menjadi fokus pemerintah. Dan persoalan ini hampir terjadi di seluruh komoditas pangan lain, tidak hanya pada komoditas tebu. Kalau kemudian pemerintah justru berupaya keras menambah lahan agar produksi naik, maka bagi kami, ini adalah kebijakan putus asa,” tandasnya.
Dengan situasi seperti ini, yang diperlukan adalah riset yang sungguh-sungguh terkait dengan intensifikasi, mulai dari pengolahan lahan hingga efisiensi pupuk dan penggunaan teknologi pertanian yang baik. Insentif untuk komoditas tebu juga harus diberikan, misalnya subsidi pupuk.
“Dulu pupuk ZA untuk tebu itu subsidi, tetapi sekarang tidak subsidi. Dan kalau bicara intensifikasi, maka harus teknologi yang dibicarakan. Mulai dari penggunaan teknologi untuk mengetahui kondisi lahan lahan, bagaimana teknologi pengolahan, sampai teknologi pemupukan,” katanya.
Adik kemudian memberikan contoh layanan yang diberikan oleh PT Saraswanti, salah satu industri pupuk dalam negeri. Di PT Saraswanti, layanan pengobatan hama sudah menggunakan dron sehingga pemakaian bahan kimia dan pemakaian air lebih efisien serta lebih tepat sasaran.
Selain itu, jenis pupuk yang diproduksi juga custom, disesuaikan dengan kondisi tanah konsumen yang membeli. “Tren sekarang, pupuk itu custom. Misal saya memiliki lahan apel di Kota Batu, pupuk apa yang dibutuhkan, maka Saraswanti akan menugaskan tim untuk melihat tanahnya bagaimana. Sehingga pupuk yang dipakai akan sama dengan yang dibutuhkan oleh tanahnya. Ini lebih efisien. Ini teknologi semua. Dengan teknologi, pasti akan mengefisienkan biaya produksi. Ini yang selama ini ditunggu-tunggu petani, bagaimana biaya produksi bisa ditekan tetapi produksi meningkat,” tandasnya
Pameran teknologi industri gula internasional Sugarex Indonesia ini dinilai sangat diperlukan oleh seluruh pelaku pergulaan nasional. Berbagai jenis teknologi dan peralatan canggih di industri pergulaan bisa dilihat oleh pelaku industri gula. “Acara ini sangat bermanfaat, tidak hanya pamerannya tetapi konferensinya juga. Semoga bisa menghasilkan hal-hal yang dibutuhkan oleh petani di industri pergulaan termasuk turunannya,” tekan Adik.
Pada kesempatan yang sama, Direktur utama PT Fireworks Indonesia Susan Tricia mengatakan, pameran Sugarex Indonesia 2023 yang diselenggarakan pada 22 – 23 November di Dyandra Convention Centre (DCC), Surabaya adalah pameran yang ke -6 dan diikuti oleh 80 peserta pameran dari mancanegara seperti Indonesia, Singapura, India, France, Germany, China dan Sweden. Beberapa produk yang dipamerkan meliputi, teknologi alat berat, suku cadang, alat pabrik, mesin dan aksesorisnya serta lainnya.
Pameran juga akan dirangkai dengan konferensi industri Pergulaan nasional dengan tema “Charting A Sustainable Route To Sweet Success in Indonesia’s Sugar Industry” oleh asosiasi-asosiasi Industri Gula, seperti Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI), Asioasi Gula Indonesia (AGI), Ikatan Ahli Gula Indonesia (IKAGI) dan LPP Agro Nusantara dan juga teknologi presentasi dari para eksibitor, seperti PT Dynagear Pandu Pratama, Methods (India) Private Limited, PPI Pumps Pvt Ltd, PT Golden Pratama Gemilang & Shrijee Process Engineering Works Ltd.
Kegiatan ini dinilai cukup penting mengingat Indonesia merupakan salah satu produsen gula terbesar di dunia. Beberapa daerah di Indonesia yang terkenal sebagai pusat produksi gula meliputi Jawa, Sumatra, dan Sulawesi.
“Surabaya, sebagai salah satu kota utama di Indonesia, memiliki peran yang signifikan dalam industri gula. Beberapa pabrik gula tebu terkemuka beroperasi di sekitar Surabaya, menyumbang pada produksi gula nasional. Selain itu, Surabaya juga memiliki peran strategis dalam distribusi produk gula ke berbagai wilayah di Indonesia,” kata Susan Tricia.
Sekretaris Dinas perkebunan Jatim, Ujang Rachmad mengaku sangat senang dengan dipilihnya Surabaya sebagai tuan rumah pameran. “Jatim tempat paling tepat untuk dijadikan lokasi pameran karena Jatim adalah provinsi penghasil gula terbesar nasional. Jika produksi gula nasional mencapai 2,4 juta ton, maka 1,929 juta ton gula tersebut dari Jatim atau 49,55% dari total produksi nasional.
“Capaian tersebut berkat kerja keras seluruh pihak di Jatim. Baik petani, kalangan pengusaha dan pemerintah untuk memberikan kontribusi teknologi di Jatim. Dan dengan adanya pameran yang menampilkan berbagai teknologi gula ini, harapan kami bisa terus menailkan produksi gula nasional sehingga swasembada gula nasional dapat terwujud,” pungkasnya.**