Naker Industri Rokok Terancam Kena PHK Massal Imbas Cukai Naik

0
99

BI-Industri hasil tembakau (IHT) ditimpa tekanan kenaikan cukai, pengenaan pajak untuk rokok elektrik, dan beleid RPP Kesehatan yang memasukkan tembakau ke dalam kategori zat adiktif.

Kondisi ini tak pelak memicu risiko pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan di berbagai industri terkait. Tak hanya IHT yang akan terkena imbas, berbagai tekanan tersebut juga akan memicu kerugian di sejumlah industri seperti tembakau, ritel hingga industri kreatif yang berujung pada penurunan pendapatan ekonomi negara.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Garindra Kartasasmita cepat atau lambat, pihaknya terpaksa harus melakukan efisiensi karyawan dan pemutusan kerja sama dengan industri periklanan. “Meskipun belum menyentuh karyawan tetap, tetapi sudah memaksa kami untuk melakukan efisiensi jasa pihak ketiga antara lain untuk pos pemasaran dan periklanan,” kata Garin, Rabu (3/1/2024).

Sebab, dalam RPP Kesehatan sebagai turunan dari UU No. 17/2023 tersebut membatasi dan melarang berbagai platform media untuk mengiklankan produk hasil tembakau. Hal ini pun memicu keresahan dari industri kreatif terutama periklanan, ritel, petani tembakau, hingga industri tembakau.
Melansir Data TV Audience Measurement Nielsen, iklan produk tembakau bernilai lebih Rp9 triliun sementara kontribusi tembakau terhadap media digital mencapai sekitar 20% dari total pendapatan media digital di Indonesia yaitu sekitar ratusan miliar per tahun.

Terlebih lagi, berdasarkan Data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di tahun 2021, industri kreatif memiliki lebih dari 725.000 tenaga kerja dan secara umum, multi-sektor di industri kreatif juga mempekerjakan 19,1 juta tenaga kerja.

Dengan kontribusi iklan industri produk tembakau, artinya penerimaan yang diperoleh industri kreatif akan menurun 9-10% yang akan berdampak besar terhadap penyerapan tenaga kerja dan pendapatan industri kreatif.

Peneliti Indef Bidang Indsutri, Perdagangan, dan Investasi, Ahmad Heri Firdaus menerangkan dari segi lapangan usaha, RPP Kesehatan dapat menurunkan ouput industri rokok sebesar 26,49% yang diikuti dengan turunnya penyerapan tenaga kerja sebanyak 10%.

Terlebih, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa nilai PDB industri pengolahan tembakau sebesar Rp82 triliun pada harga konstan dan Rp135 triliun pada harga berlaku.

“Satu sisi kita ingin mengedepankan kesehatan tapi tentunya tidak dengan cara yang sporadis seperti itu, karena akan menimbulkan guncangan yang lebih besar disisi ekonomi ternyata,” pungkasnya.

Sementara itu, kenaikan cukai rokok telah memangkas produksi IHT sehingga memicu pemangkasan jumlah tenaga kerja (naker) buruh hingga petani tembakau. Gabungan Produsen Rokok Putih (Gaprindo) memperkirakan penurunan produksi industri hasil tembakau (IHT) tahun 2023 imbas kenaikan tarif cukai tembakau 10% pada 2023 dan 2024.

Total produksi 2023 yang diperkirakan sekitar Rp300 miliar atau turun sekitar 10% dari Rp330,1 miliar pada 2022. “Penurunannya ini karena cukai naik, otomatis harga jual eceran rokok naik sementara konsumen daya belinya lemah,” kata Ketua Umum Gaprindo, Benny Wachjudi, beberapa waktu lalu.

Bahkan, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani melaporkan produksi rokok secara umum turun 1,8%, khususnya golongan I yang anjlok hingga 14% (year-on-year/yoy) setelah pemerintah menaikkan cukai rokok 10%. Sri Mulyani menyampaikan penurunan produksi rokok mulai dari Marlboro hingga Sampoerna tersebut sejalan dengan harapan pemerintah untuk mengendalikan konsumsi rokok.**

Leave a reply