Bos BPJS Kesehatan Usai Raih Pendapatan Rp166 T: Kami Tak Bangkrut

BI-Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan meraih pendapatan Rp166 triliun hingga akhir 2024. Angka ini naik signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Menurut data yang dipaparkan Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti, tercatat pendapatan pada 2021 sebesar Rp143,31 triliun.
Kemudian pada 2023 pendapatan iuran sebesar Rp151,69 triliun, yang kemudian pada 2024 meningkat menjadi Rp166 triliun.
Seiring dengan kenaikan pendapatan, penerimaan iuran BPJS Kesehatan juga terus meningkat, mencapai Rp163,96 triliun pada 2024 dengan tingkat kolektibilitas 98,77 persen.
Ali Ghufron menegaskan kondisi keuangan BPJS tetap stabil meskipun pengeluaran layanan kesehatan juga meningkat. Ia juga membantah isu bahwa BPJS mengalami gagal bayar klaim rumah sakit.
“Sampai dengan 31 Desember 2024, pendapatan penerimaan terus meningkat. Baru pertama kali tembus Rp200 triliun lebih untuk RKAT (rencana kerja dan anggaran tahunan) yang kita setujui pada 2025 ini. Saya tekankan di sini, sampai 2025 BPJS tidak akan bangkrut dan tidak akan gagal bayar,” ujar Ali Ghufron dalam Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI, Selasa (11/2).
Menurutnya, keberhasilan BPJS Kesehatan dalam mengumpulkan pendapatan tak lepas dari tingginya tingkat kolektibilitas iuran yang mencapai 98,77 persen pada tahun lalu. Capaian ini meningkat dari tahun sebelumnya, yaitu 98,62 persen pada 2023, 99,47 persen pada 2022, dan 97,37 persen pada 2021.
Ali Ghufron menjelaskan bahwa pencapaian ini didukung oleh lebih dari 950 ribu kanal pembayaran, termasuk GoPay, OVO, Indomaret, serta metode auto debit dan telecollecting.
“Bu Menteri Keuangan (Sri Mulyani) juga menanyakan, kok bisa-bisanya 98,7 persen koleksi iuran? Itu karena lebih dari 950 ribu channel pembayaran sudah tersedia, termasuk pembayaran digital seperti GoPay dan OVO,” jelasnya.
Namun, Ali Ghufron berkata tantangan masih ada, terutama dari segmen Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) atau pekerja informal. Menurutnya, peserta PBPU sering menghadapi tekanan ekonomi, sehingga kesadaran membayar iuran masih rendah.
“Yang agak sulit memang peserta PBPU, karena tekanan ekonomi. Tapi kalau untuk beli rokok mampu Rp500 ribu sebulan, BPJS yang cuma Rp42 ribu masih disubsidi sampai Rp35 ribu pun kadang enggan membayar,” katanya.
Ali Ghufron juga menegaskan BPJS Kesehatan tetap membayar klaim rumah sakit maksimal dalam 15 hari, selama klaim tersebut tidak mengalami sengketa atau dispute.
“Saya sampaikan, tidak ada rumah sakit yang tidak dibayar klaimnya lebih dari 15 hari, selama klaimnya beres. Jika ada dispute terkait diagnosis, tentu butuh waktu penyelesaian. Jangan dibandingkan dengan swasta, karena sistemnya berbeda,” tegasnya.**