Intervensi Harga Beras Fokus di 214 Daerah

BI-Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi menegaskan akan memfokuskan intervensi harga pangan, pada 214 kabupaten/kota yang harga berasnya masih berada di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Langkah ini bertujuan untuk menstabilkan harga dan menjaga daya beli masyarakat.
Arief menjelaskan, intervensi dilakukan secara spesifik dengan menyalurkan beras dari Perum Bulog untuk dijual lebih murah dari harga pasar.
“Kalau HET untuk beras medium di zona 1 itu Rp 13.500 per kilogram, maka Bulog hadir dengan beras seharga Rp 12.500 per kilogram (kg),” ujarnya di Jakarta pada Rabu (3/9/2025), seperti dikutip dari Antara. Selain itu, Bulog juga terus menyempurnakan penyaluran bantuan pangan beras kepada 18,2 juta keluarga penerima manfaat (KPM).
Arief menerangkan, kenaikan harga beras medium menjadi wajar karena menyesuaikan perkembangan harga gabah di tingkat petani. Harga beras medium naik dari Rp 12.500 menjadi Rp 13.500 per kg, menyesuaikan harga gabah di tingkat petani yang naik pada kisaran Rp 6.500-7.000 per kg. Dia mengatakan bahwa penyesuaian ini diperlukan untuk kelanjutan rantai usaha tani.
“Kalau harga gabah tinggi, maka harga beras medium pun perlu menyesuaikan. Yang penting, Bulog hadir untuk memberikan opsi harga lebih murah kepada masyarakat,” jelasnya.
Di sisi lain, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyatakan operasi pasar beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) dari Bulog menjadi solusi utama untuk menekan harga. Pemerintah telah menyiapkan stok sebanyak 1,3 juta ton beras SPHP untuk operasi pasar besar-besaran.
Tak hanya distribusi beras SPHP, pemerintah juga telah meminta kepada Bulog untuk mengguyur pasar beras premium guna menekan lonjakan harga. “Kami minta juga yang beras premium,” ujar Mentan di Jakarta.
Amran menegaskan bahwa tidak ada kelangkaan beras di Indonesia, hanya pergeseran distribusi dari penggilingan kecil ke pasar tradisional. Ia meyakini produksi beras nasional tetap terjaga dengan proyeksi mencapai 34 juta ton sepanjang tahun ini, sehingga Indonesia tidak perlu melakukan impor.***