Asosiasi UMKM Minta Regulasi Soal Ekspor Lebih Dipermudah
BI-Asosiasi UMKM Indonesia meminta kepada pemerintah terkait peraturan ekspor bagi UMKM lebih dipermudah. Hal ini berimbas dari hebohnya salah satu pelaku UMKM ditagih Rp 118 juta.
Selain kurangnya sosialisasi terkait ekspor, Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (AKUMANDIRI) Hermawati Setyorinny menilai masih adanya regulasi yang rumit. Apalagi birokrasi di Indonesia berlapis sehingga bisa memakan waktu lebih lama.
“Peraturan harus yang paling dimudahkan lebih mudah, prosesnya jadi tidak lama dan biayanya murah. Birokrasinya itu kan yang berlapis-lapis di Indonesia dan kadang-kadang itu yang bikin orang nggak mau. Banyak aturan yang membuat banyak pintu-pintu untuk masuk,” kata Hermawati kepada detikcom, Senin (27/11/2023).
Dia pun membandingkan dengan negara China. Di Negara Tirai Bambu tersebut hanya menyediakan satu birokrasi atau lembaga khusus ekspor. Sebab itu, tidak banyak biaya yang dikeluarkan. Dari lembaga tersebut juga pemerintah bisa melihat dana yang masuk dari setiap kegiatan ekspor.
“Pendapatannya sekian karena databasenya itu identitasnya satu pintu. Jadi, kelihatan (dana yang masuk), tapi kalau di Indonesia kan nggak bisa,” imbuhnya.
Untuk itu, dia berharap biaya ekspor bisa lebih murah. Belum lagi, masih banyaknya oknum pungli di lapangan sehingga menambah biaya lebih besar lagi. Dia sendiri pernah ikut memantau pengiriman barang ekspor menuju pelabuhan. Jika tidak dipantau, nantinya akan ‘dimintai’ saat perjalanan tersebut.
Masih banyaknya oknum nakal juga menjadi PR sendiri bagi Indonesia. Hermawati bilang hal ini harus ditegakkan dan dibersihkan agar UMKM dalam negeri bisa naik kelas.
“Di Indonesia ya belum bersih makanya harus ditegakkan di situ. Kalau itu semua benar, UMKM bisa memberikan upah kepada tenaga kerja lebih tinggi karena berarti kan ongkos produksi bisa ditekan, untungnya bisa lebih besar, dan bisa mensejahterakan yang lainnya,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan memang perlunya pendampingan dari pemerintah, terutama Kementerian Perdagangan (Kemendag)
Untuk produk UMKM sendiri, menurut Tauhid harus ada sebuah tanda pengenal diri dan usaha UMKM yang mendapat legalitas ekspor dari Kemendag. “Sosialisasi juga sangat penting. Kalau perlu ada web khusus di Kemendag bagi UMKM yang mau ekspor, termasuk jalur yang harus dipatuhi bagi pelaku UMKM,” kata Tauhid.
Sebelumnya, viral di media sosial perjalanan salah satu UMKM, CV Borneo Aquatic mendapatkan tagihan Rp 118 juta saat baru mau ekspor perdana. Tagihan itu muncul setelah komoditas ekspor sempat tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo memastikan biaya Rp 118 juta tersebut bukan dari Bea Cukai, melainkan dari pihak pengiriman (shipping). “(Permasalahan tersebut) sedang dicek teman-teman BC. Yang jelas Rp 118 juta ini biaya dari shipping, bukan BC,” kata Prastowo saat dihubungi.**