Peternakan Jawa Timur Jadi Kunci Ketahanan Pangan Indonesia

BI-Sektor peternakan disebut memegang peranan strategis dalam pembangunan ekonomi nasional, ketahanan pangan, serta pemberdayaan masyarakat di pedesaan. Selain itu, sektor ini juga diusebut menjadi salah satu kunci dalam menyukseskan visi Indonesia Emas 2045.
“Bisnis di bidang peternakan dan kesehatan hewan memiliki potensi besar untuk terus dikembangkan, seiring meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani,” ujar Makmun Direktur Hilirisasi Hasil Peternakan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian (Kementan).
Tak hanya untuk pasar domestik, sektor peternakan juga memiliki peluang besar di pasar internasional. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor komoditas peternakan sepanjang 2024 mencapai 1,35 miliar dolar AS atau setara Rp22 triliun.
Volume ekspor komoditas peternakan juga mengalami kenaikan sebesar 4,16 persen, dari 489,7 ribu ton pada 2023 menjadi 510 ribu ton pada 2024.
Berbicara mengenai peternakan di Jawa Timur, Indyah Aryani Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jatim mengungkapkan bahwa, Jawa Timur menjadi tumpuan ketersediaan pangan secara umum di Indonesia.
“Artinya padi juga Jawa Timur menjadi produsen terbesar. Kemudian juga untuk produk peternakan ini kami memiliki telur yang cukup untuk Jawa Timur, bahkan kami cover untuk seluruh Indonesia,” kata Indyah Aryani dalam program Wawasan Radio Suara Surabaya pada Selasa (22/7/2025) pagi.
Indyah Aryani menambahkan, untuk sapi potong, Jawa Timur menempati posisi 26 persen dari populasi sapi potong di nasional, dengan 3,2 juta ekor dari total 11,7 juta ekor nasional.
Untuk produk daging sapi, kontribusi Jawa Timur sekitar 20 persen dari produksi nasional, yaitu 121.387 ton dari produksi nasional 597.754 ton.
“Artinya, kita memiliki posisi sangat strategis untuk pangan di Indonesia. Jadi Jawa Timur ini menjadi tumpuan,” ungkapnya.
Selanjutnya untuk ayam pedaging, di Jawa Timur ada sekitar 418,7 juta ekor, setara dengan hampir 15 persen dari total populasi ayam pedaging nasional yang sekitar 3,15 miliar ekor. Dengan jumlah tersebut, Jatim menjadi pengirim utama untuk Indonesia bagian timur.
Jawa Timur juga menjadi produsen utama telur ayam di Indonesia. Dari total populasi nasional sekitar 414,7 juta ekor, Jawa Timur berkontribusi hampir 35 persen dengan 131,7 juta ekor.
Untuk sapi perah, Indonesia memiliki sekitar 500.000 ekor, dengan 62-65 persen atau 300.000 ekor di Jawa Timur. Sehingga kontribusi susu dari Jawa Timur mencapai 32 persen dari produksi nasional, yaitu sekitar 2,2 juta ton dari total 6,3 juta ton nasional.
“Data yang saya sampaikan ini adalah data yang sudah rilis resmi dari BPS tahun 2025. Sehingga kita ini memiliki PR besar, artinya Jawa Timur ini menjadi tumpuan nasional dalam ketersediaan daging, telur, dan susu,” terang Indyah Aryani.
Indyah Aryani menambahkan, untuk telur dan daging ayam, Jatim surplus. Namun tapi untuk susu, masih ada PR besar. Sebab sekitar 75 persen kebutuhan susu masih diimpor, terutama untuk industri pengolah susu.
Indyah menyebut, ada beberapa industri pengolahan susu besar di Jawa Timur, seperti Greenville, Nestle, hingga Indolakto. Jatim juga memiliki koperasi unit desa (KUD) yang bekerja sama dengan peternak sapi perah. Hasil susu dari peternak ini diambil oleh KUD dan disalurkan ke industri pengolah susu.
Indyah Aryani menegaskan bahwa Dinas Peternakan Provinsi Jatim berkomitmen menjadikan peternakan Jawa Timur sebagai pilar utama ketahanan pangan nasional.
“Kami dari Dinas Peternakan ini mempunyai tugas adalah untuk meningkatkan kesejahteraan peternak. Apa strateginya? Jawa Timur ini harus ada effort yang luar biasa. Karena peternak Jawa Timur militan luar biasa. Ini sesuai dengan filosofi rojokoyo.
“Hal ini karena dipengaruhi oleh budaya dan sejarah. Dulu, memiliki ternak adalah simbol status sosial, salah satunya adalah memiliki rojokoyo. Rojokoyo itu apa? Sapi dan kuda. Itu simbol kemakmuran masa lalu. Jadi tidak heran kalau peternak di Jawa Timur sangat militan dan berdedikasi,” ceritanya.
Indyah Aryani menambahkan, menurut hasil penelitian, sekitar 68–70 persen peternak di Jatim adalah peternak rakyat atau small farmer. Mereka hanya memiliki ternak dalam jumlah terbatas, khususnya untuk ruminansia seperti sapi potong atau sapi perah.
Oleh karena itu, pemerintah melakukan pendampingan dan pembinaan. Salah satunya melalui kemitraan antara peternak kecil dan perusahaan besar, seperti Greenville, Nestle, dan Indolakto.
Sedangkan sektor unggas, kemitraan dilakukan dengan perusahaan seperti Charoen Pokphand Indonesia, JAPFA (Comfeed), dan Wonokoyo.
Indyah Aryani mengakui bahwa biaya pakan menjadi tantangan besar. Jika semuanya beli dari pabrik, harga jual produk ternak menjadi tidak kompetitif.
Solusinya, pemerintah memberikan pelatihan dan pendampingan kepada peternak untuk mengelola pakan berbasis bahan lokal. Ini salah satu solusi agar biaya produksi lebih murah, namun kualitas tetap terjaga. Indyah Aryani menambahkan, pihaknya juga memiliki program pelatihan pembuatan ransum yang murah dan berkualitas.
Indyah Aryani menegaskan bahwa peternak adalah ujung tombak kedaulatan pangan. Oleh karena itu, Pemerintah hadir untuk memfasilitasi, menguatkan manajemen, dan menjaga keberlangsungan usaha peternak.***