Rasio Kewirausahaan Rendah, Kemenkop UKM Ungkap Tantangannya
BI-Kementerian Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (KemenKop UKM) menyebutkan rasio kewirausahaan nasional baru mencapai 3,47 persen menjelang akhir tahun 2023.
Padahal, Indonesia menargetkan rasio kewirausahaan dapat mencapai hingga 12 persen sebagai prasyarat utama menjadi negara maju. Hal ini juga menjadi salah satu target dalam visi Indonesia Emas 2045 mendatang.
Sekretaris MenkopUKM, Arif Rahman menjelaskan, saat ini pengembangan kewirausahaan berfokus pada inovasi yang menjadi salah satu kunci untuk menghadapi tantangan transformasi tren dunia yang cukup cepat.
“Inovasi pula yang dibutuhkan UMKM untuk berkembang lebih jauh hingga naik kelas,” kata Arif saat memberikan sambutan secara virtual dalam diskusi media UMKM Naik Kelas Menuju Indonesia Emas di Gedung Kemenkop UKM, Jakarta pada Jumat (17/11/2023).
Arif menjelaskan, terdapat lima indikator yang perlu dicapai pelaku UMKM untuk dapat disebut sebagai UMKM yang “naik kelas”. Pertama, terwujudnya seluruh variabel yang menjadi amanat Peraturan Pemerintah (PP) No 7/2021 tentang kemudahan, perlindungan dan pemberdayaan Koperasi dan UMKM.
Selain itu UMKM juga perlu memenuhi variabel yang diatur dalam PP No 8/2021 tentang modal dasar perseroan serta pendirian, perubahan dan pembubaran perseroan yang memenuhi kriteria UMKM.
Kedua, terwujudnya kenaikan omzet UMKM; Ketiga inklusifitas UMKM dalam pemanfaatan teknologi dan informasi;Keempat, terwujudnya kemudahan ekspor dan kemudahan akses informasi.
Terakhir, terwujudnya klasterisasi dan hilirisasi produk sebagaimana dalam pilot proyek rumah produksi bersama yang diharapkan dapat direplikasi di daerah lainnya.
Sementara itu, Asisten Deputi Pembiayaan dan Investasi UKM, Deputi Bidang UKM, KemenKopUKM Temmy Satya Permana mengatakan upaya pemerintah mendorong UMKM naik kelas dihadapkan pada masalah yang cukup serius di tengah masifnya perkembangan teknologi informasi.
DIa mengatakan, pelaku usaha yang mayoritas adalah pelaku usaha mikro justru dihadapkan pada perang harga di dalam platform digital.
Masalah lain adalah pelaku UMKM didominasi oleh reseller daripada produsen. Hal ini mengakibatkan multiplier effect dari UMKM menjadi tidak begitu besar. Selain itu, sektor UMKM yang mayoritas berupa usaha mikro merupakan pelaku usaha subsisten.
“Ironisnya ekonomi digital ini isinya 90 persen dari pelaku usaha kita adalah reseller bukan prodesn. Nah ini jadi tugas berat bagi kami dan Kementerian Lembaga terkait yang membina UKM, KemenKopUKM hanya sebagai koordinator,” ujar Temmy.
Tantangan lain di sektor UMKM untuk menuju Indonesia emas di tahun 2045 adalah derasnya produk impor. Hal itu semakin memberatkan pelaku UMKM, khususnya para produsen.
Seiring dengan hal tersebut, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 31/2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. DIa menuturkan, regulasi tersebut dikeluarkan guna melindungi pasar dalam negeri.
“Salah satu cara kit adalah membatasi arus barang masuk ke negara kita adalah melalui aturan yang bijak dan tegas. Selain itu kita perlu mengedukasi masyarakat untuk mencintai produk dalam negeri,” kata Temmy.**