PHRI: Banyak Hotel dan Restoran Pilih Hentikan Musik Gara-Gara Royalti

0
8

BI-Polemik kewajiban pembayaran royalti musik masih menuai pro dan kontra di kalangan pelaku usaha, termasuk hotel dan restoran.

Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Hariyadi Sukamdani, menuturkan banyak anggota PHRI kini memilih untuk berhenti memutar musik ketimbang berhadapan dengan risiko pidana.

“Banyak yang akhirnya tidak memutar musik lagi. Daripada ribut, daripada dipidanakan. Mereka bukan maling, tapi justru diperlakukan seperti itu,” ujar Hariyadi kepada Kontan, Minggu (17/8/2025).

Menurutnya, pemberlakuan model pembayaran royalti secara blanket license oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) menimbulkan masalah sejak awal.

Sebab, cakupan yang dianggap sebagai penggunaan komersial terlalu luas, bahkan mencakup musik yang hanya berfungsi sebagai pelengkap atau ambience.

“Hotel itu jualannya kamar, restoran jualannya makanan. Musik hanya pelengkap. Kalau semua dipukul rata sebagai komersial, itu tidak tepat,” jelasnya.

Ia menilai aturan yang ada saat ini tidak membedakan karya yang masuk public domain maupun tidak, serta masih lemah dalam hal pencatatan hak cipta pencipta lagu. Hal ini berdampak pada ketidakjelasan perhitungan royalti.

PHRI sejauh ini tidak mengeluarkan imbauan resmi bagi anggotanya. Hariyadi mengatakan keputusan membayar royalti atau tidak dikembalikan kepada masing-masing hotel dan restoran.

Ada yang memilih membayar langsung melalui LMKN, ada pula yang menggunakan platform digital pihak swasta, sementara sebagian lainnya memilih tidak memutar musik sama sekali.

Namun, PHRI berkomitmen mendorong revisi undang-undang agar aturan lebih adil dan transparan.

“Kami pasti akan mengusulkan perubahan undang-undang. Tarifnya juga harus ditinjau ulang supaya lebih terjangkau sehingga yang akan ikut di dalam skema ini jumlahnya bisa besar,” katanya.

Selain itu, PHRI tengah menjajaki skema kerja sama dengan asosiasi komposer untuk menerapkan sistem direct licensing khusus untuk penampilan musik secara langsung (live performance) di hotel atau restoran.

“Jadi misalnya kita ada home band atau tempat kita ada pesta pernikahan. Nah itu kita direct licensing langsung kepada pencipta lagunya,” tutur Hariyadi.

Ia menekankan, pembayaran royalti tidak akan dibebankan kepada konsumen.

“Itu salah besar. Yang membayar adalah pihak hotel atau restoran, bukan pengunjung,” tegasnya. ***

Leave a reply