Teten Pastikan Aplikasi Temu asal Cina Belum Daftar Izin: Baru Urus HAKI

0
57

BI- Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), Teten Masduki angkat bicara soal status aplikasi e-commerce asal Cina, Temu, yang dikabarkan telah mendaftarkan izin ke Kantor Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk beroperasi resmi di Indonesia.

“Belum (mendaftarkan ijin ke Kemenkumham), dia (Temu) baru mengurus HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual)- nya, karena kebetulan ada perusahaan lokal namanya sama, Temu juga,” kata Teten di Yogyakarta, Selasa, 10 September 2024.

Aplikasi Temu sempat menjadi sorotan pemerintah karena dikhawatirkan bakal mengganggu pasar produk dalam negeri hingga berdampak pada sektor tenaga kerja. Sebab aplikasi itu menghubungkan 25 pabrik di Cina dan memasok barang-barang kebutuhan sehari-hari atau consumer goods langsung ke tangan konsumen. Walhasil, harga produk lokal dikhawatirkan lokal kalah bersaing.

Menurut Teten, aplikasi seperti Temu ini membutuhkan regulasi khusus yang mengaturnya agar tak merusak pasar sektor UMKM di Indonesia. “Kalau misalnya platform global seperti ini tidak dibatasi akan mengurangi banyak lapangan kerja dan bahkan bisa membunuh warga UMKM,” kata Teten.

Teten mengungkapkan sudah membahas soal aplikasi sejenis Temu ini dengan Presiden Joko Widodo atau Jokowi beberapa waktu lalu. Sebab, hal ini juga menyangkut arah kebijakan investasi di bidang digital ekonomi ke depan.

“Semua negara berusaha melindungi sektor UMKM-nya, jangan sampai UMKM itu kalah bersaing dengan produk dari luar terutama di era sekarang dengan banyak produk dari luar yang masuk ke Indonesia lewat platform global,” kata Teten. “Sehingga kita perlu membangun beberapa restriksi untuk itu.”

Apalagi, menurut Teten, saat ini sudah banyak produk impor yang dipasarkan lintas negara lewat online. Namun banyak dari mereka yang tidak mengurus izin edarnya, SNI dan lain sebagainya. “Kami menemukan banyak sekali penyelundupan di kasus seperti itu, yang kami laporkan kepada Kementerian Perdagangan dan bawa di rapat kabinet itu ada sekitar 37,5 persen,” tuturnya.

Oleh sebab itu, ujar Teten, hal semacam ini perlu diantisipasi oleh kebijakan investasi di bidang ekonomi digital. “Supaya ekonomi digital kita bisa menguntungkan semaksimal mungkin untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat terutama UMKM,” ujarnya.

Terbukti, kata dia, pihak yang paling terpukul oleh produk-produk konsumsi yang dijual di online itu tak lain adalah UMKM. Padahal UMKM selama ini dikenal sebagai penyedia lapangan kerja yang besar. “Kalau tidak di-protect, akan terjadi pengangguran yang luar biasa. Kita bisa jadi gagal juga menjadi negara maju kalau penganggurannya tinggi.”**

Leave a reply