Bisnis kuliner, atau Food and Beverage (F&B), merupakan salah satu sektor yang tumbuh pesat di Indonesia. Seiring dengan perkembangan zaman, berbagai jenis usaha seperti coffee shop dan restoran semakin banyak ditemukan di masyarakat.
Banyak usaha yang dikelola oleh anak-anak Indonesia berhasil berekspansi hingga ke kancah global. Namun, tidak semua bisnis kuliner dapat berkembang dengan stabil dan memiliki prospek menjanjikan di masa depan.
Celebrity Chef dan Pendiri Mangkoku, Arnold Poernomo, menekankan pentingnya memperhatikan sejumlah faktor untuk memastikan stabilitas dan kesiapan pengembangan bisnis yang dijalankan. Dia menyarankan agar pelaku bisnis memperhitungkan dengan cermat pemasukan dan margin yang diperoleh dalam dua hingga tiga bulan pertama operasi.
“Lihat marginnya. Jangan cuma lihat penjualan kotor, wah ramai banget. Tiba-tiba, jadinya berapa? Kalau dipotong, setelah dua atau tiga bulan, minusnya di mana? Menjalankan bisnis F&B itu susah banget,” ungkap Arnold dalam acara Creativepreneur Summit 2024 di Jakarta Convention Center (JCC) pada Minggu (25/8/2024).
Menurutnya, menjalankan bisnis F&B bukanlah hal yang mudah. Diperlukan keseimbangan, termasuk dalam memilih rekan bisnis yang tepat. Selain itu, mentalitas yang kuat juga menjadi salah satu kunci penting.
Arnold menggarisbawahi pentingnya memiliki mental yang siap dan pemikiran visioner untuk menjalankan bisnis, agar dapat melakukan ekspansi ke luar negeri. Dia menjelaskan bahwa cara berbisnis orang yang sudah memiliki rencana besar untuk membuka puluhan cabang, bahkan hingga ekspor, akan berbeda dengan mereka yang hanya mengelola satu cabang.
Sebagai contoh, saat pertama kali membuka Mangkokku, partner Arnold pernah berpesan, “Kamu kalau bisa mikirnya buka lima, buka sepuluh, cara kita berbisnis akan berbeda. Disamping itu, kita juga perlu berpikir tentang bagaimana kita cut cost, expand, serta bagaimana membuat produk yang konsisten, pemasarannya, cara memperluas, dan cara mengekspor.” Hal ini menunjukkan bahwa menjalankan bisnis F&B mencakup berbagai aspek bisnis.
Di sisi lain, Arnold juga menekankan bahwa pebisnis F&B harus berani mengambil langkah, tidak hanya dalam pengembangan bisnis tetapi juga dalam keputusan untuk menutup bisnis apabila perkembangannya sudah tidak sehat.
Sementara itu, Co-Founder Kopi Kalyan, Iman Kusumaputra, menambahkan bahwa dibutuhkan suatu benchmark atau tolok ukur untuk menilai kinerja bisnis, baik dari sisi margin, pelanggan, maupun peringkat.
“Untuk mengetahui apakah bisnis kita berjalan baik atau tidak, yang selalu saya pegang adalah 75-25. 75% adalah pelanggan yang kembali, dan 25% adalah pelanggan baru,” kata Iman. “Jadi, selama kita mendapatkan 75% pelanggan yang kembali dan 25% pelanggan baru, maka menurut saya bisnis Anda akan berjalan dengan baik.”
Partner Potato Head dan Chairperson Paloma Sjahrir Foundation, Ratna Kartadjoemena, juga mengingatkan masyarakat yang ingin membuka bisnis agar berhati-hati dan memperhitungkan segala sesuatunya dengan cermat, terutama biaya yang harus dikeluarkan saat merekrut profesional seperti HR atau finance, sebab menggaji orang tersebut bisa mahal.
“Kalau outletnya cuma satu, ya jomplang (besar pengeluaran). You need this fixed cost to be able to support outlets yang lebih banyak, supaya biayanya masuk akal,” ujar Ratna.