Transaksi Aset Kripto di Indonesia Capai Rp475,13 Triliun
BI-Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mencatat jumlah transaksi aset kripto di Indonesia telah menembus Rp475,13 trilun sepanjang Januari—Oktober 2024.
Nilai tersebut meningkat 352,89 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya, yaitu sebesar Rp104,91 triliun.
Kepala Bappebti Kasan menyatakan, pertumbuhan transaksi perdagangan aset kripto yang terus meningkat ini merupakan salah satu wujud komitmen Bappebti untuk mendukung perkembangan perdagangan aset kripto di Indonesia.
“Bappebti mencatat perkembangan nilai transaksi aset kripto di Indonesia berhasil menembus Rp475,13 triliun pada Januari–Oktober 2024. Nilai tersebut meningkat 352,89 persen dibandingkan periode yang sama pada 2023, yaitu sebesar Rp 104,91 triliun. Hal ini membuktikan perdagangan aset kripto merupakan salah satu pilihan perdagangan yang diminati masyarakat,” ujar Kepala Bappebti, Kasan pada Kamis, (21/11/2024).
Kasan mengungkapkan, perkembangan transaksi aset kripto akan mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor pajak. Sejak 2022 sampai dengan Oktober 2024, penerimaan pajak dari transaksi aset kripto mencapai Rp942,88 miliar.
Lebih lanjut, Kasan mengutarakan, jumlah pelanggan aset kripto hingga Oktober 2024 mencapai 21,63 juta pelanggan. Sementara itu, pelanggan yang aktif bertransaksi melalui Calon Pedagang Fisik Aset Kripto (CPFAK) dan Pedagang Fisik Aset Kripto (PFAK) pada Oktober 2024 berjumlah 716 ribu pelanggan. Adapun jenis aset kripto dengan nilai transaksi terbesar di PFAK pada Oktober 2024 yaitu Tether (USDT), Ethereum (ETH), Bitcoin (BTC), Pepe (PEPE), dan Solana (SOL).
Kasan berujar, peningkatan jumlah pelanggan saat ini menunjukkan potensi pasar aset kripto di Indonesia yang masih sangat besar. Ke depan, Indonesia diharapkan mampu menjadi salah satu pemimpin pasar kripto di dunia.
Kasan menambahkan, saat ini Bappebti turut memperkuat kolaborasi dengan Organisasi Regulator Mandiri (Self Regulatory Organization/SRO), asosiasi, dan para pemangku kepentingan terkait. Hal ini dilakukan untuk mengembangkan ekosistem dan tata kelola aset kripto. Selain itu, upaya tersebut juga bertujuan untuk memperkuat regulasi dan meningkatkan literasi masyarakat. Dengan demikian, Bappebti optimistis nilai transaksi aset kripto akan kembali meningkat pada periodeperiode selanjutnya.
“Tingginya antusiasme masyarakat terhadap aset kripto harus diimbangi dengan edukasi dan literasi yang komprehensif. Penguatan literasi diharapkan menjadi langkah efektif dalam meningkatkan perlindungan kepada masyarakat, memberikan kepastian berusaha bagi pelaku industri, dan mengurangi aduan. Langkah strategis ini juga diharapkan mampu memberikan keamanan dan kenyamanan bagi masyarakat sehingga dapat meningkatkan kepercayaan dalam perdagangan aset kripto di Indonesia,” terang Kasan.
Sementara itu, Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Perdagangan Berjangka Komoditi, Tirta Karma Senjaya mengatakan, Bappebti terus berkomitmen untuk mewujudkan aset kripto yang berintegritas dan adaptif. Hal tersebut dibuktikan Bappebti dengan menerbitkan Peraturan Bappebti (Perba) Nomor 9 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Bappebti Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka.
“Tidak hanya itu, Bappebti terus melakukan pembinaan kepada PFAK dan CPFAK. Saat ini tujuh perusahaan sudah menjadi PFAK. Ketujuh PFAK tersebut yaitu PT Pintu Kemana Saja (Pintu), PT Bumi Santosa Cemerlang (Pluang), PT Aset Digital Berkat (Tokocrypto), PT Kagum Teknologi Indonesia
(Ajaib), PT Tiga Inti Utama (Triv), PT Sentra Bitwewe Indonesia (Bitwewe), dan PT CTXG Indonesia Berkarya (Mobee). Selanjutnya, kita berharap perusahaan lain yang berstatus CPFAK dapat segera menjadi PFAK,” ujar Tirta.
Sekretaris Bappebti, Olvy Andrianita menegaskan, selain fokus pada peningkatan transaksi, Bappebti, SRO, dan PFAK juga harus konsisten dalam memberikan literasi untuk penguatan perlindungan kepada masyarakat. Terlebih, mayoritas pelanggan perdagangan aset kripto adalah genarasi muda.
“Perdagangan aset kripto di Indonesia terus mengikuti tren di pasar global dan masih menjadi pilihan perdagangan yang diminati masyarakat. Berdasarkan data demografi yang tercatat di Bappebti, sebanyak 75 persen pelanggan aset kripto berusia 18–35 tahun. Untuk itu, penguatan literasi mutlak diperlukan. Bappebti meyakini, perdagangan aset kripto di Indonesia akan terus tumbuh seiring dengan peningkatan minat pelanggan usia muda,” ujar Olvy.**