Rencana Sertifikasi Influencer Picu Perdebatan Kreator

0
29

BI-Sejumlah kreator digital menyoroti rencana pemerintah mewajibkan sertifikasi bagi influencer. Mereka menilai kebijakan tersebut berpotensi membatasi ruang kreatif dan menambah beban administratif bagi pembuat konten, terutama yang bekerja secara mandiri.

Kreator fitness berinisial S menilai wacana itu seharusnya tidak menjadi prioritas. “Menurut saya, yang perlu ditertibkan itu buzzer dulu. Kalau maksa influencer harus punya sertifikasi, yang ada malah membatasi kemampuan tiap individu untuk berkarya,” ujarnya saat dihubungi Bloomberg Technoz, Rabu (5/11).

Ia mencontohkan banyak pembuat konten yang berangkat dari pengalaman pribadi atau keahlian otodidak, tetapi mampu memberi manfaat nyata bagi masyarakat.

“Misalnya ibu rumah tangga bikin konten masak. Apa dia harus punya sertifikat masak dari sekolah mahal? Padahal resepnya terbukti bagus dan banyak yang meniru,” katanya.

Menurut S, sertifikat juga tidak selalu menjamin kebenaran informasi yang dibagikan kreator. “Banyak juga personal trainer atau influencer yang punya sertifikat tapi edukasinya ternyata salah. Jadi lebih baik fokus dulu menertibkan buzzer dan konten penyebar hoaks,” tambahnya.

Pendapat senada disampaikan kreator lain yang ingin disebut Mawar. Ia menilai rencana sertifikasi justru berpotensi menambah beban finansial bagi pelaku kreatif.

“Toh buat apa repot urus sertifikat influencer? Kalau nanti harus bayar dan diperbarui tiap tahun, malah makin berat ladang cuan kita,” ujarnya. Mawar berharap pemerintah mempertimbangkan manfaat dan risikonya sebelum kebijakan diterapkan.

Sementara itu, Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) membenarkan tengah mengkaji kemungkinan penerapan sertifikasi bagi influencer.

Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kemkomdigi, Bonifasius Wahyu Pudjianto, mengatakan pembahasan masih berlangsung di tingkat internal. “Kami sedang diskusi tentang mekanisme dan implementasinya, termasuk sistem level dan jenis sertifikasinya,” jelasnya.

Penerapan sertifikasi influencer sebelumnya telah dilakukan di China, di mana kreator digital baru diizinkan membuat konten pada topik tertentu setelah memperoleh izin resmi dari otoritas setempat.

Sertifikasi di negara tersebut menjadi semacam “cap kompetensi” untuk memastikan kreator memiliki pengetahuan sesuai bidang yang dibahas, terutama pada konten kesehatan, pendidikan, dan hukum.

Hingga kini, Kemkomdigi belum menetapkan waktu atau skema pelaksanaan kebijakan tersebut.***

Leave a reply