FORKAS Berjuang Bersama Anggota Bidang Usaha Perikanan Tangkap : PP 85/2022, Proses, Implentasi dan Dampaknya

0
229

BI-Dari laman dan siaran Pers KKP RI, menyatakan bahwa pada tanggal 19 Agustus 2021 lalu Presiden RI Joko Widodo telah menandatangani PP 85/2021.

Dengan ini, KKP resmi punya aturan baru soal pengelolaan PNBP di sektor Perikanan Tangkap.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2021 ini mengatur tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan. Aturan tersebut kini menjadi acuan KKP dalam mengelola PNBP di bidang kelautan dan perikanan.

Dengan terbitnya aturan baru ini maka PP Nomor 75 Tahun 2015 yang sebelumnya menjadi acuan, tidak lagi berlaku.

Dari telaah yang dilakukan atas PP Nomor 85 Tahun 2021 terdiri dari 23 pasal dan lampiran.

PP tersebut mengatur 18 jenis PNBP pada sektor kelautan dan perikanan yang meliputi pemanfaatan sumber daya alam perikanan, pelabuhan perikanan, pengembangan penangkapan ikan, penggunaan sarana dan prasarana sesuai dengan tugas dan fungsi, pemeriksaan/pengujian laboratorium, pendidikan kelautan dan perikanan, pelatihan kelautan dan perikanan, analisis data kelautan dan perikanan.

Kemudian sertifikasi, hasil samping kegiatan tugas dan fungsi, tanda masuk dan karcis masuk kawasan konservasi, persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut, persetujuan penangkapan ikan yang bukan untuk tujuan komersial dalam rangka kesenangan dan wisata, perizinan berusaha terkait pemanfaatan di laut, pemanfaatan jenis ikan dilindungi dan/atau dibatasi pemanfaatannya, denda administratif, ganti kerugian, dan alih teknologi kekayaan intelektual.

Dalam PP tersebut turut dijelaskan, bahwa untuk mengoptimalkan Penerimaan Negara Bukan Pajak guna menunjang pembangunan nasional, PNBP pada Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai salah satu sumber penerimaan negara, perlu dikelola dan dimanfaatkan untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat.

PP Nomor 85 Tahun 2021 merupakan implementasi dari UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang salah satunya mengatur perubahan formula penarikan PNBP yaitu penarikan pra produksi, penarikan pasca produksi dan sistem kontrak.

Peningkatan PNBP dari Sumber Daya Alam Perikanan Tangkap untuk Peningkatan Kesejahteraan Nelayan.

Namun bagaimanakah proses pembuatan aturan ini, implementasi dan tujuan dampak kesejahteraan yang ingin diwujudkan oleh PP 85/21, apakah sudah sesuai harapan

FORKAS (Forum Asosiasi Usaha) yang memiliki anggota yang bergerak di sektor industri perikanan, khususnya perikanan tangkap.

FORKAS telah menerima keluhan dan turun langsung kelapangan serta tergerak untuk mendalami dan memperjuangkan kepentingan anggota. Perjuangan bersama anggota ini tidak dilakukan dengan asalan tetapi dilakukan dengan memperdalam aturan yang berlaku karena sekaligus ingin mematuhi dan berkontribusi bagi pendapatan negara yang baik dan secara bijaksana.

Berdasarkan proses pembuatan aturan ini, pendalaman yang dilakukan oleh FORKAS, ada indikasi pembentukan peraturan ini tidak banyak melibatkan para pelaku usaha di bidang perikanan tangkap dan bersifat terburu-buru.

Berdasarkan latar belakang yang didalami, juga ada data yg dianalisis oleh kajian KKP dan akademisi bahwa peningkatan produksi tangkapan ikan tidak diikuti dengan peningkatan pendapatan negara (PNBP).

Berdasarkan kajian-kajian ini muncullah ide untuk peningkatan PNBP dengan melakukan beberapa perubahan pendekatan.

Beberapa catatan perubahan tersebut adalah pendekatan rumus perhitungan yg melibatkan indeks usaha, ukuran kapal (GT), harga ikan, nilai produksi yang didaratkan. Kriteria ini adalah faktor-faktor utk penarikan PNBP sistem pra produksi dan pasca produksi, selain sistem lainnya yaitunsistem kontrak.

Dalam implementasinya apakah sudah berkesesuaian aturan ini.Dari informasi pelaku usaha yg berkecimpung dlm bidang ini menyatakan bahwa dari 3 mode penarikan PNBP tampak implementasinya tidak sesuai karena hanya sistem kontrak dengan kuota saja yang digunakan.

Dlm aturan terbaru pengenaan gross tonage (GT) kapal yg dulu >60GT dikenakan 1%, lalu naik menjadi 5 % utk >30-60 GT bahkan saat ini kapal <5GT pun yg dianggap dpt beroperasi lebih dr 12 mil laut juga dikenakan penarikan PNBP dg sistem kontrak.

Permasalahan lain dalam implementasinya adalah penetapan harga ikan sebagai dasar kontrak ditentukan secara sepihak oleh pemerintah dan di atas harga pasar secara regular.

Kendala lain yg dihadapi pelaku usaha bidang perikanan tangkap lain adalah kelangkaan BBM dan mahalnya harga BBM solar tersebut yg saat ini bisa mncapai Rp. 17.000,- per liter. Komponen BBM ini hampir 60% dari biaya operasional total. Belum lagi keterbatasan fasilitas pelabuhan perikanan dengan fasilitas² nya seperti pabrik es, laboratorium dan lain-lain.

Demikian juga dengan SDM ABK, dimana generasi muda sudah banyak yang enggan jadi ABK Kapal Perikanan. Generasi tua sudah banyak yang meninggal dan pensiun. Hal ini menjadi tantangan industri penangkapan tangkap di Indonesia.

Implikasinya, dengan penerapan aturan ini tampak seperti KKP hanya mengejar target pemenuhan PNPB dari perimanan tangkap. Sejak tahun 2013 s.d 2021 berkisar realisasi berkisar antara Rp. 400 s.d Rp. 600 Miliar dan hanya memenuhi target PNBP sekitar 40% s.d 75% saja.

Saat ini ada target yg spektakuler yaitu Rp. 12 Triliun. Tentu dasar target ini banyak menimbulkan pertanyaan krn dianggap irasional.

Upaya dlm memenuhi target ini akhirnya menin akibat bagi pelaku usaha dan nelayan. Jikalau hanya mengharapkan kapal >60GT yang tidak sampai 1% dr total kapal penangkap ikan 660.000 atau sekitar 6.000 unit. Maka sulit mencapai target PNBP ini. Sehingga ada kemungkinan menyasar utk mengambil potensi PNBP dari 99% kapal penangkap ikan yg <60GT.

Selain itu, ada strategi untuk meningkatkan PNBP saat ini dengan mengijinkan Kapal Penangkap Ikan milik Asing beroperasi di wilayah penangkapan ikan Indonesia. Dengan memberikan kontrak dengan kuota pada kapal asing ini sehingga ada pemasukan tambahan yang signifikan.

Kapal-kapal asing ini juga menggunakan alat tangkap ikan berupa trawl (pukat harimau) yang sangat tidak ramah terhadap ekosistem laut. Karena terumbu karang dan benih-benih ikan juga tertangkap sehingga berbahaya bagi kelanjutan ekosistem laut.

Kondisi-kondisi d iatas tentu menyebabkan nelayan dan pelaku usaha skala kecil dan menengah mengalami kesulitan dalam usahanya. Jumlah tangkapan tidak.pasti dan cenderung menurun namun sdh terikat kontrak dan telah membayar uang muka kontrak.

Akhirnya, satu persatu nelayan dan usaha perikanan skala kecil dan menengah bangkrut dan mati usahanya satu persatu. Hanya perusahaan² besar dengan sumber kapital besar saja yang bertahan dan mengambil keuntungan dalam industri ini.

Pada akhirnya dapat diperkirakan, kesejahteraan nelayan dan pelaju usaha perikanan Indonesia akan kehilangan daya saing usaha dan tidak pernah kesejahteraan itu akan terwujud.

Apa yang harus dilakukan sebelum semua ini menjadi kesulitan besar bagi nelayan dam pelaku usaha perikanan Indonesia? Adalah perlu dilakukan peninjauan kembali terhadap PP 85/2021. Perlu diterbitkan aturan baru dengan lebih melibatkan stakeholder nelayan dan pelaku usaha industri perikanan tangkap ini dalan pembuatannya.

Demikian pula dukungan dari pihak eksekutif, legislatif serta bila perlu melibatkan KPK dalam perumusannya agar potensi fraud bisa dihilangkan.

Semoga Industri Perikanan Tangkap Indonesia kembali pulih secara berkeadilan dan memperhatikan unsur kelayakan dan kelangsungan lingkungan hidup berkelanjutan. Tentu dengan kontribusi PNBP yang logis dan rasional bagi negara.

Namun disisi lain pendapatan negara akan meningkat melalui pemasukan devisa dari kegiatan ekspor perikanan tangkap yang dihasilkan nelayan dan pelaku usaha skala kecil dan menengah.

Selain itu pengaturan ijin kapal asing dan wilayah tertentu yang diawasi sehingga tidak overlapping dengan nelayan dan industri penangkapan kecil dan menengah. Tidak lupa juga pengawasan penggunaan alat tangkap ikan milik domestik dan asing utamanya yang ramah terhadap lingkungan dan keberlanjutan ekosistem perikanan rangkap di laut.

FORKAS dalam hal ini akan selalu berjuang bersama anggota yg bergerak dlm industri perikanan tangkap. Tidak mudah, namun tidak ada yang mungkin dlm memperjuangkan untuk perbaikan menuju kesejahteraan masyarakat dan negara.**

Leave a reply